Kelompok 1 :
- Agny Prima W (NPM: 11213232)
- Fikky Arief Setiawan (NPM:13213452)
- Kunthi Nur Ayuningtyas (NPM: 14213883)
- Muhammad Ikbal (NPM: 15213978)
- Raissa Amanda Ersalina (NPM: 17213203)
- Seftiani Dewi (NPM: 18213391)
KESUSASTRAAN
Sastra berasal dari kata castra berarti tulisan. Dari makna
asalnya dulu, sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh
manusia, seperti catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat,
undang-undang, dan sebagainya.
Sastra dalam arti khusus yang kita gunakan dalam konteks
kebudayaan, adalah ekspresi gagasan dan perasaan manusia. Jadi, pengertian
sastra sebagai hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk
mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan
pemikirannya. Secara morfologis, kesusastraan dibentuk dari dua kata, yaitu su
dan sastra dengan mendapat imbuhan ke- dan -an. Kata su berarti baik atau
bagus, sastra berarti tulisan. Secara harfiah, kesusastraan dapat diartikan
sebagai tulisan yang baik atau bagus, baik dari segi bahasa, bentuk, maupun
isinya.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan pengertian sastra, yaitu
ilmu sastra, teori sastra, dan karya sastra.
Ilmu sastra adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki secara
ilmiah berdasarkan metode tertentu mengenai segala hal yang berhubungan dengan
seni sastra. Ilmu sastra sebagai salah satu aspek kegiatan sastra meliputi
hal-hal berikut.
Teori sastra, yaitu cabang ilmu sastra yang mempelajari
tentang asas-asas, hukum-hukum, prinsip dasar sastra, seperti struktur,
sifat-sifat, jenis-jenis, serta sistem sastra.
Sejarah sastra, yaitu ilmu yang mempelajari sastra sejak
timbulnya hingga perkembangan yang terbaru.
Kritik sastra, yaitu ilmu yang mempelajari karya sastra
dengan memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap karya sastra. Kritik
sastra dikenal juga dengan nama telaah sastra.
Filologi, yaitu cabang ilmu sastra yang meneliti segi
kebudayaan untuk mengenal tata nilai, sikap hidup, dan semacamnya dari
masyarakat yang memiliki karya sastra.
Keempat cabang ilmu tersebut tentunya mempunyai keterkaitan
satu sama lain dalam rangka memahami sastra secara keseluruhan.
Teori sastra adalah asas-asas dan prinsip-prinsip dasar
mengenai sastra dan kesusastraan.
Seni sastra adalah proses kreatif menciptakan karya seni
dengan bahasa yang baik, seperti puisi, cerpen/novel, atau drama.
Karya sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi
antara sastrawan dan masyarakat pembacanya. Karya sastra selalu berisi
pemikiran, gagasan, kisahan, dan amanat yang dikomunikasikan kepada pembaca.
Untuk menangkap ini, pembaca harus mampu mengapresiasikannya. Pengetahuan
tentang pengertian sastra belum lengkap bila belum tahu manfaatnya. Horatius
mengatakan bahwa manfaat sastra itu berguna dan menyenangkan. Secara lebih
jelas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Karya sastra dapat membawa pembaca terhibur melalui
berbagai kisahan yang disajikan pengarang mengenai kehidupan yang ditampilkan.
Pembaca akan memperoleh pengalaman batin dari berbagai tafsiran terhadap kisah
yang disajikan.
2. Karya sastra dapat memperkaya jiwa/emosi pembacanya
melalui pengalaman hidup para tokoh dalam karya.
3. Karya sastra dapat memperkaya pengetahuan intelektual
pembaca dari gagasan, pemikiran, cita-cita, serta kehidupan masyarakat yang
digambarkan dalam karya.
4. Karya sastra mengandung unsur pendidikan. Di dalam karya
sastra terdapat nilai-nilai tradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi.
Karya sastra dapat digunakan untuk menjadi sarana penyampaian ajaran-ajaran yang
bermanfaat bagi pembacanya.
5. Karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan
atau penelitian tentang keadaan sosial budaya masyarakat yang digambarkan dalam
karya sastra tersebut dalam waktu tertentu.
Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer dan
Leonie dalam bukunya Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi,
hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di
mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.10 Namun pendapat lain ada yang
mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif,
yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi. Masinambouw
menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada
manusia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di
dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai
sarana berlangsungnya interaksi itu.
Masalah sastra dan seni sangat erat hubungannya dengan ilmu
budaya dasar, karena materi-materi yang diulas oleh ilmu budaya dasar ada yang
berkaitan dengan sastra dan seni.Budaya Indonesia sanagat menunjukkan adanya
sastra dan seni didalamnya. Latar belakang IBD dalam konteks budaya, negara dan
masyarakat Indonesia berkaitan dengan masalah sebagai berikut :
1. Kenyataan bahwa bangsa indonesia berdiri atas suku bangsa
dengan segala keanekaragaman budaya yg tercemin dalam berbagai aspek
kebudayaannya, yg biasanya tidak lepas dari ikatan2 primordial, kesukaan, dan
kedaerahan.
2. Proses pembangunan yg sedang berlangsung dan terus
menerus menimbulkan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan
pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun
terkena pengaruhnya.
3. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan
perubahan kondisi kehidupan mausia, menimbulkan konflik dengan tata nilai
budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yg telah
diciptakannya.
- Ilmu Budaya Dasar Yang Di Hubungkan Dengan Prosa
Istilah prosa banyak padanannya kadang-kadang disebut
naratif fiction, prose fictic, atau hanya fiction saja dalam bahasa Indonesia
istilah tadi sering diterjemahkan menjadi cerita rekaan dan didefinisikan
sebagai bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan,
peristiwa dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal yang dipakai pada roman,
novel dan cerita pendek
Prosa adalah karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita
secara bebas, yang tidak terikat rima dan irama.
Jenis-jenis Prosa : Prosa lama dan prosa baru.
- Prosa lama meliputi
1. Dongeng-dongeng
2. Hikayat
3. Sejarah
4. Epos
5. Cerita pelipur lara
- Prosa baru meliputi
1. Cerita pendek
2. Roman/ novel
3. Biografi
4. Kisah
5. Otobiografi
Proses Penciptaan Kesusastraan
Seorang pengarang berhadapan dengan suatu kenyataan yang
ditemukan dalam masyarakat (realitas objektif). Realitas objektif itu dapat
berbentuk peristiwa-peristiwa, norma-norma (tata nilai), pandangan hidup dan
lain-lain bentuk-bentuk realitas objektif itu. Ia ingin memberontak dan
memprotes. Sebelum pemberontakan tersebut dilakukan (ditulis) ia telah memiliki
suatu sikap terhadap realitas objektif itu. Setelah ada suatu sikap maka ia
mencoba mengangankan suatu “realitas” baru sebagai pengganti realitas objektif
yang sekarang ia tolak. Hal inilah yang kemudian ia ungkapkan di dalam
ciptasastra yang diciptakannya. Ia mencoba mengutarakan sesuatu terhadap
realitas objektif yang dia temukan. Ia ingin berpesan melalui ciptasastranya
kepada orang lain tentang suatu yang ia anggap sebagai masalah manusia.
Ia berusaha merubah fakta-fakta yang faktual menjadi
fakta-fakta yang imajinatif dan bahkan menjadi fakta-fakta yang artistik.
Pesan-pesan justru disampaikan dalam nilai-nilai yang artistik tersebut. Ia
tidak semata-mata pesan-pesan moral ataupun khotbah-khotbah tentang baik dan
buruk akan tetapi menjadi pesan-pesan yang artistik. Pesan-pesan yang
ditawarkan dalam keterpesonaan dan senandung.
Dalam kesusastraan Indonesia masalah itu dengan jelas dapat
dilihat. Misalnya kenyataan-kenyataan yang ada sekitar tahun 20-an terutama
dalam masyarakat Minangkabau ialah masalah : kawin paksa. Pengarang kita pada
waktu itu punya suatu sikap dan tidak puas dengan realitas objektif itu. Sikap
itu bersifat subjektif: bahwa ia tidak senang dan memprotes. Akan tetapi sikap
itu juga bersifat intersubjektif karena sikap itu dirasakan pula sebagai
aspirasi yang umum. Sikap-sikap subjektif dan intersubjektif itulah yang
kemudian diungkapkan di dalam ciptasastra-ciptasasra.
Ciptasatra-ciptasastra tiu tidak saja lagi sebagai
pernyataan dari sikap akan tetapi juga merupakan pernyataan dari ciri-ciri
berhubung dengan realitas objektif tresebut. Diungkapkan dalam suatu
transformasi (warna) yang artistik, sesuai dengan ukuran-ukuran
(kriteria-kriteria) kesusastraan.
Karena itu sebuah ciptasastra selain merupakan pernyataan
hati nurani pengarangnya, ia juga merupakan pengungkapan hati nurani
masyarakatnya.
Di dalamnya terdapat sikap, visi (pandangan hidup),
cita-cita dan konsepsi dari pengarangnya. Dari masalah kawin paksa misalnya
dalam kesusastraan Indoneisa lahirlah ciptasastra-ciptasastra : “Siti Nurbaya”
dari Marah Rusli, “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” dari Hamka dan “Salah
Asuhan” dari Abdul Muis (untuk menyebut beberapa ciptasastra- ciptasastra yang
baik).
Sebuah ciptasastra merupakan kritik terhadap
kenyataan-kenyataan yang berlaku. Atau seperti yang dikatakan Albert Camus
(seorang pengarang dan filsuf Perancis yang pernah mendapat hadiah Nobel)
merupakan pemberontakan terhadap realitas. Karyasastra Marah Rusli “Siti
Nurbaya” merupakan kritik terhadap tata kehidupan masyarakat Minangkabau
sekitar tahun 1920 – 1930. Demikian juga dengan “Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck” ataupun “Salah Asuhan”. “Layar Terkembang” karya Sutan Takdir
Alisyahbana merupakan kritik terhadap kehidupan masyarakat Indonesia yang masih
statis. Karya Idrus “Surabaya” juga adalah kritik terhadap ekses-ekses dan
hal-hal yang negatif dari revolusi fisik. Demikian pula dengan sajak-sajak
Khairil Anwar, kumpulan puisi Taufik Ismail ‘Benteng” dan “Tirani” atau juga
novel Bambang Sularto “Domba-Domba Revolusi”.
Ciptasastra merupakan sintesa dari adanya tesa dan anti
tesa. Tesa disini adalah kenyataan-kenyataan yang dihadapi. Antitesa adalah
sikap-sikap yang bersifat subjektif dan intersubjektif. Sedangkan sintesa
adalah hasil dari perlawanan antara tesa dengan antitesa itu. Bersifat idealis,
imajinatif dan kreatif, berdasarkan cita-cita dan konsepsi pengarang.
Semuanya diungkapkan melalui bahasa sebagai media. Dengan
demikian di dalam kesustraan ada beberapa faktor yang menjadi bahan
pertimbangan. Yaitu faktor-faktor : Persoalan yang diungkapkan, keindahan
pengungkapan dan faktor bahasa atau kata. Dalam kesusastraan Indonesia, yang
dimaksudkan adalah pengungkapan persoalan-persoalan dan nilai-nilai tentang
hidup (manusia dan kemanusiaan), terutama persoalan-persoalan dan nilai-nilai
lain yang berhubungan dengan bangsa
Indonesia serta diungkapkan dengan menggunakan Bahasa
Indonesia sebagai media.
Bentuk-bentuk Kesusastraan
Ada beberapa bentuk kesusastraan :
Puisi
Cerita Rekaan
(fiksi)
Essay dan Kritik
Drama
Apakah yang membedakan antara puisi dengan cerita rekaan?
Perbedaan itu akan terlihat dalam proses pengungkapannya. Dalam puisi akan
dijumpai dua proses yang disebut Proses konsentrasi dan proses intensifikasi.
Proses konsentrasi yakni proses pemusatan terhadap suatu focus suasana dan
masalah, sedang proses intensifikasi adalah proses m pendalaman terhadap
suasana dan masalah tersebut. Unsur-unsur struktur puisi berusaha membantu
tercapainya kedua proses itu. Inilah hakekat puisi, yang kurang terlihat dalam
proses (cerita rekaan, esei dan kritik serta drama). Pada prosa, suasana yang
lain atau masalah-masalah yang lain dapat saja muncul di luar suasana dan
masalah pokok yang ingin diungkapkan seorang pengarang dalam ciptasastranya.
Cerita-cerita (fiksi) sering dibedakan atas tiga macam
bentuk yakni : Cerita pendek (cerpen), novel, dan roman. Akan tetapi di dalam
kesusastraan Amerika umpanya hanya dikenal istilah : cerpen (short story) dan
novel. Istilah roman tidak ada. Yang kita maksud dengan “roman” dalam
kesusastraan Amerika adalah juga “novel”.
Perbedaan antara ketiga bentuk cerita rekaan itu tidaklah
hanya terletak pada panjang pendeknya cerita tersebut. Atau pada jumlah
kata-katanya. Ada ukuran lain yang membedakannya. Cerita-pendek(cerpen)
merupakan pengungkapan suatu kesan yang hidup dari fragmen kehidupan manusia.
Daripada tidak dituntut terjadinya suatu perobahan nasib dari pelaku-pelakunya.
Hanya suatu lintasan dari secercah kehidupan manusia, yang terjadi pada suatu
kesatuan waktu.
Novel merupakan pengungkapan dari fragmen kehidupan manusia
(dalam jangka yang lebih panjang) dimana terjadi konflik-konflik yang akhirnya
menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup antara para pelakunya. Beberapa
contoh novel dalam kesusastraan Indonesia misalnya adalah “Belenggu” karya
Armin Pane, “Kemarau” karya A.A. Navis, “Merahnya Merah” karya Iwan Simatupang.
Dalam “Belenggu” misalnya setelah terjadi konflik-konflik
antara dr. Sukartono, Sumartini, Rokhayah, maka akhirnya terjadilah perubahan
jalan hidup pada masing-masing pelaku novel tersebut. Begitu juga antara Sutan
Duano dalam “kemarau” dengan anaknya setelah terjadi konflik-konflik kemudian
diikuti pula dengan perubahan jalan nasib. Demikian pula dalam “Merahnya
Merah”. Tokoh kita, Fifi dan Maria mengalami perubahan jalan nasib setelah
terjadi konflik-konflik.
Roman merupakan bentuk kesusastraan yang menggambarkan
kronik kehidupan yang lebih luas dari kehidupan manusia. Biasanya dilukiskan
mulai dari masa kanak-kanak sampai menjadi dewasa, akhirnya meninggal. Sebagai
contoh misalnya roman “Siti Nurbaya”, “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”
ataupun roman “Atheis” karya Akhdiat Kartamiharja.
Istilah roman bersalah dari kesusastraan Perancis. “Roman”
adalah bahasa rakyat sehari-hari di negeri Perancis. Kemudian berkembang
artinya menjadi cerita-cerita tentang pengalaman-pengalaman kaum ksatria dan
cerita-cerita kehidupan yang jenaka, dari pedesaan. Sekarang pengertian roman
telah menyangkut tentang kehidupan manusia pada umumnya.
Hakekat dari cerita rekaan ialah bercerita. Ada yang
diceritakan dan ada yang menceritakan.
Bentuk ciptasatra yang lain adalah esei dan kritik. Esei
adalah suatu karangan yang berisi tanggapan-tanggapan, komentar,
pikiran-pikiran tentang suatu persoalan. Setiap esei bersifat subjektif, suatu
pengucapan jiwa sendiri. Di dalam esei bila kita lihat pribadi dan pendirian
pengarang. Pikiran-pikirannya, sikap-sikapnya, ciata-citanya dan keinginannya
terhadap soal yang dibicarakannya. Atau terhadap hidup pada umumnya. Dalam esei
tidak diperlukan adanya suatu konklusi (kesimpulan). Esei bersifat sugestif dan
lebih banyak memperlihatkan alternatif-alternatif.
Berbeda dengan esei adalah studi. Ia merupakan suatu
karangan sebuah ciptasastra. Suatu kritik juga bersifdat subjektif meskipun
barangkali menggunakan term-term yang objektif. Kritik merupakan salah satu
bentuk esei. Suatu kritik (sastra) yang baik juga harus lebih banyak memperlihatkan
alternatif-alternatif daripada memberikan vonis. Beberapa penulis esei yang
terkenal dalamf kesusastraan Indonesia adalah Gunawan Mohammad, Arief Budiman,
Wiratmo Sukito, Sujatmoko, Buyung Saleh (Tokoh Lekra), Umar Khayam dan
lain-lain. Sedang tokoh-tokoh kritikus yang terkenal antara lain adalah : H.B.
Yassin, Prof. Dr. A. Teeuw, M.S. Hutagalung, J.U. Nasution, Boen Sri Umaryati,
M. Saleh Saad, Umar Yunus dan lain-lain.
Bentuk kesusastraan yang lain adalah drama atau sandiwara
(sandi = rahasia, Wara = pelajaran). Artinya pelajaran yang disampaikan secara
rahasia. Drama atau sandiwara yang digolongkan ke dalam ciptasastra bukanlah
drama atau sandiwara yang dimainkan (dipergelarkan) tetapi adalah cerita, atau
naskah, atau reportoar yang akan dimainkan tersebut.
Hakekat drama adalah terjadinya suatu konflik. Baik konflik
antara tokoh, ataupun konflik dalam persoalan maupun konflik dalam diri seorang
tokoh. Konflik inilah nanti yang akan mendorong dialog dan menggerakkan action.
Karya Sastra dan Periodisasinya
A. Karya Sastra
Bentuk Prosa
Karangan prosa ialah karangan yang bersifat menerangjelaskan
secara terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain.
Pada dasarnya karya bentuk prosa ada dua macam, yakni karya sastra yang bersifat
sastra dan karya sastra yang bersifat bukan sastra. Yang bersifat sastra
merupakan karya sastra yang kreatif imajinatif, sedangkan karya sastra yang
bukan astra ialah karya sastra yang nonimajinatif.
Macam Karya Sastra Bentuk Prosa
Dalam khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam kelompok
karya sastra menurut temanya, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru.
Hal itu juga berlaku bagi karya sastra bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra
prosa lama dan karya sastra prosa baru.
Perbedaan prosa lama dan prosa baru menurut Dr. J. S. Badudu
adalah:
Ciri-ciri prosa lama dan baru
Prosa lama:
1. Cenderung
bersifat stastis, sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami perubahan secara lambat.
2. Istanasentris (
ceritanya sekitar kerajaan, istana, keluarga raja, bersifat
feodal).
3. Hampir seluruhnya
berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca
dibawa ke dalam khayal dan fantasi.
4. Dipengaruhi oleh
kesusastraan Hindu dan Arab.
5. Ceritanya sering
bersifat anonim (tanpa nama)
6. Milik bersama
Prosa Baru:
1. Prosa baru
bersifat dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat)
2. Masyarakatnya
sentris ( cerita mengambil bahan dari kehidupan masyarakat sehari-hari)
3. Bentuknya roman,
cerpen, novel, kisah, drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan
kebenaran dan kenyataan
4. Terutama
dipengaruhi oleh kesusastraan Barat
5. Dipengaruhi siapa
pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas
6. Tertulis
PENGERTIAN PROSA LAMA DAN BARU
1. Prosa lama
Prosa lama adalah karya sastra daerah yang belum mendapat
pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Dalam hubungannya dengan
kesusastraan Indonesia maka objek pembicaraan sastra lama ialah sastra prosa
daerah Melayu yang mendapat pengaruh barat. Hal ini disebabkan oleh hubungannya
yang sangat erat dengan sastra Indonesia.
Karya sastra prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan secara lisan.
Disebabkan karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Dikenal bentuk tulisan setelah
agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Melayu mengenal
tulisan. Sejak itulah sastra tulisan mulai dikenal dan sejak itu pulalah
babak-babak sastra pertama dalam rentetan sejarah sastra Indonesia mulai ada.
Bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:
a. Mite adalah
dongeng yang banyak mengandung unsur-unsur ajaib dan ditokohi oleh dewa, roh
halus, atau peri. Contoh Nyi Roro Kidul
b. Legenda adalah
dongeng yang dihubungkan dengan terjadinya suatu tempat. Contoh: Sangkuriang,
SI Malin Kundang
c. Fabel adalah
dongeng yang pelaku utamanya adalah binatang. Contoh: Kancil
d. Hikayat adalah
suatu bentuk prosa lama yang ceritanya berisi kehidupan raja-raja dan
sekitarnya serta kehidupan para dewa. Contoh: Hikayat Hang Tuah.
e. Dongeng adalah
suatu cerita yang bersifat khayal. Contoh: Cerita Pak Belalang.
f. Cerita
berbingkai adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan
oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam
Prosa Baru
Prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah
mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat. Prosa baru timbul sejak pengaruh
Pers masuk ke Indonesia yakni sekitar permulaan abad ke-20. Contoh: Nyai Dasima
karangan G. Fransis, Siti mariah karangan H. Moekti.
Berdasarkan isi atau sifatnya prosa baru dapat digolongkan
menjadi:
1. Roman adalah
cerita yang mengisahkan pelaku utama dari kecil sampai mati, mengungkap
adat/aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail/menyeluruh, alur
bercabang-cabang, banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan
atas seluruh segi kehidupan pelaku dalam cerita tersebut. Contoh: karangan
Sutan Takdir Alisjahbana: Kalah dan Manang, Grota Azzura, Layar Terkembang, dan
Dian yang Tak Kunjung Padam
2. Riwayat
adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang
sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang sejak kecil hingga
dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa atau
Prof. Dr. B.I Habibie atau Ki hajar
Dewantara.
3. Otobiografi
adalah karya yang berisi daftar riwayat diri sendiri.
4. Antologi
adalah buku yang berisi kumpulan karya terplih beberapa orang. Contoh Laut Biru
Langit Biru karya Ayip Rosyidi
5. Kisah adalah
riwayat perjalanan seseorang yang berarti cerita rentetan kejadian kemudian
mendapat perluasan makna sehingga dapat juga berarti cerita. Contoh: Melawat ke
Jabar – Adinegoro, Catatan di Sumatera – M. Rajab.
6. Cerpen adalah
suatu karangan prosa yang berisi sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku,
tokoh dalam cerita tersebut. Contoh: Tamasya dengan Perahu Bugis karangan
Usman. Corat-coret di Bawah Tanah karangan Idrus.
7. Novel adalah
suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang
luar biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh: Roromendut karangan YB.
Mangunwijaya.
8. Kritik adalah
karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk
suatu hasil karya dengan memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk
dengan kriteria tertentu yangs ifatnya objektif dan menghakimi.
9. Resensi
adalah pembicaraan/pertimbangan/ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.).
Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari ebrbagai
aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan
penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau
dinikmati.
10. Esei adalah
ulasan/kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi
penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun
komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama,
film, dll. menurut selera pribadi penulis sehingga bersifat sangat
subjektif atau sangat pribadi.
Identifikasi Moral, Estetika, Sosial, Budaya Karya Sastra
1. Identifikasi
Moral
Sebuah karya umumnya membawa pesan moral. Pesan moral dapat
disampaikan oleh pengarang secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam karya satra, pesan moral dapat
diketahui dari perilaku tokoh-
tokohnya atau komentar langsung pengarangnya lewat karya itu.
2. Identifikasi
Estetika atau Nilai Keindahan
Sebuah karya sastra mempunyai aspek-aspek keindahan yang
melekat pada karya sastra itu. Sebuah puisi, misalnya: dapat diamati aspek
persamaan bunyi, pilihan kata, dan lain-lain. Dalam cerpen dapat diamati
pilihan gaya bahasanya.
3. Identifikasi
Sosial Budaya
Suatu karya sastra akan mencerminkan aspek sosial budaya
suatu daerah tertentu. Hal ini berkaitan dengan warna daerah. Sebuah novel
misalnya, warna daerah memiliki corak tersendiri yang membedakannya dengan yang
lain. Beberapa karya sastra yang mengungkapkan aspek sosial budaya:
a. Pembayaran karya
Sunansari Ecip mengungkapkan kehidupan di Sulawesi Selatan.
b. Bako Karya Darman
Moenir mengungkapkan kehidupan Suku Minangkabau di Sumatera Barat.
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I
create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya
untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan
sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa.
Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki
pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi
sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas.
Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang
lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar,
zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk
menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku
kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi
tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk
segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis
dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi
baru
Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber
belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi
itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. kebanyakan penyair aktif sekarang baik
pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi
tersebut.
Didalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi
itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah
sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar.
Dibeberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan
dalam bentuk pantun. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi
tersebut.
Struktur fisik puisi terdiri dari:
Perwajahan puisi
(tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata,
tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut
sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
Diksi, yaitu
pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak
hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata
dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Imaji, yaitu kata
atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh
(imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat,
medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Kata konkret,
yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya
imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata
kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan
kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi,
kehidupan, dll.
Gaya bahasa, yaitu
penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga
majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi,
litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis,
alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga
paradoks.
Rima/Irama adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima
mencakup: Onomatope (tiruan terhadap
bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.),
Bentuk intern pola
bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang,
sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya.
Sumber : http://zahidb.blogspot.com/2012/03/kesusastraan.html
No comments:
Post a Comment